Sabtu, 19 Mei 2012

FIB Undip ber-Sanubari Jakarta

FIB Undip ber-Sanubari Jakarta

Oleh : Novia Rochmawati

Cuaca cerah yang menyelimuti Tembalang sore, 11 mei 2012 semakin menambah semangat para mahasiswa FIB Undip untuk berbondong-bondong menuju ruang A.3.11. sekitar pukul 15.40 suasana lobi lantai tiga telah penuh sesak oleh gerombolan mahasiswa dan deretan kursi yang sebelumnya telah disterilkan dari ruangan yang akan digunakan untuk penyelenggaraan acara pemutaran film kontroversial tersebut. Para mahasiswa pun sudah tak sabar menunggu untuk memasuki ruangan yang sebelumnya telah disulap bak bioskop kampus itu.

Jila(19), mahasiswi Sastra Indonesia yang saya temui sebelum pemutaran film tersebut mengungkapkan dirinya sudah tak asing dengan film ini. Meskipun ia belum pernah menontonnya namun dia lumayan mengerti dengan seluk beluk dan kontroversi yang ditimbulkan oleh film ini. “di akhir trailernya ada omongan yang menjijikan, isep aku dong … !”, tutur Jila sembari menikmati Milk Tea merek terkemuka. Mahasiswi yang juga merupakan panitia pemutaran film ini pun menceritakan film-film pendek yang ada dalam film tersebut, mulai dari pemainnya yang sebagian merupakan artis-artis papan atas Indonesia seperti Pevita Pearce, Dinda Kanyadewi dan lain sebagainya, serta sinopsis dan bagian yang menarik dri tiap filmnya. Dia pun tak sabar untuk segera melihat pemutaran film yang mengundang kontroversial tersebut.

Registrasi peserta pun dimulai dan peserta dipersilahkan masuk. sempat ada miss komunikasi antara panitia dan peserta, ada beberapa peserta dari luar kampus FIB yang dipersilahkan meninggalkan ruang pemutaran film tersebut dikarenakan acara tersebut hakikatnya diselenggarakan untuk anak FIB saja. Namun pada akhirnya mahasiswa non-FIB pun dipersilahkan masuk karena adanya kebijakan dari penyelenggara. Tak lama sekitar pukul 16.00 para pemain, crew dan sutradara memasuki ruangan, dan hiruk pikuk tepuk tangan terdengar menggaung di ruangan. Dibuka oleh pasangan duo MC Beta dan partnernya, rangkaian acara film yang sebelumnya sempat dicekal oleh rektor dan pembantu rektor tiga di FISIP Undip ini akhirnya dimulai. Setelah duo MC tersebut menyapa, Dimas salah satu sutradara sekaligus aktor dalam salah satu komikus film itupun memberikan sambutan dan langsung memulai mengantarkan pemutaran film tersebut.



FIB Undip pun tenggelam dalam “Sanubari Jakarta”, 10 film pendek yang terangkai dan dirandom secara pas membuat decak kagum para penonton. Film pertama dengan tema LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transender) yang bertahan hingga 23 hari di bisokop ini mampu membuat riuh suasana mini bioskop FIB dengan scene-scene yang menantang, menghibur, kocak bahkan romantis. Film yang disutradarai oleh Sembilan sutradara heteroseksual dan satu sutradara gay ini mampu mengungkap realita sosial yang ada pada sisi lain kehidupan kota Jakarta.

Tepat pukul 18.00 Sanubari Jakarta pun usai diputar. Mini talkshow turut dilaksanakan demi menghilangkan kehausan penonton akan berbagai pertanyaan yang muncul di benak mereka seputar film LGBT ini. Eva, yang merupakan mahasiswi Sastra Inggris angkatan 2011 pun tak ragu ketika menanyakan pada Gia, pemeran film pendek yang berjudul “Kentang” tentang realita yang terjadi sebenarnya, apakah dia termasuk kedalam kaum LGBT atau tidak. “Dunia hiburan ini sudah penuh dengan kepalsuan, oleh karena itu saya tidak akan menambah kepalsuan tersebut, saya akui saya Gay!” tegas pemain yang menjadi partner Haves Ali dalam film pendek Kentang itu denga tanpa ragu dan malu. Sontak jawaban yang terlontar dari mulut Gia pun membuat hampir semua penonton perempuan kecewa, Namun mereka pun salut dengan ketegasan Gia yang tak malu mengakui hal yang masih dianggap tabu di lingkungan kita ini.

Ditengah mini talkshow tersebut, Dimas, Sang Sutradara sekaligus pemeran utama film Malam ini Aku Cantik meminta waktu sebentar untuk memberikan kesempatan kepada Lola Amaria, sutradara film Lumba-lumba yang juga merupakan aktris papan atas ibukota untuk menyampaikan terimakasih kepada FIB Undip sebagi tuan rumah penyelenggaraan film kontroversial tersebut. Dia pun sempat menyatakan perasaan kecewanya karena dibatalkannya pemutaran film tersebut di FISIP, namun dia memberikan apresiasi tertingginya kepada FIB yang dengan penuh kemantapan berani menyelenggarakan pemutaran film tersebut.

10 kisah terangkai dalam sebuah kota bernama Jakarta, dengan 10 sudut pandang dari para tiap sutradara, kisah-kisah ini kemudian merangkai cinta dalam setiap tokoh yang ada didalamnya. Banyak kisah cinta terangkai, meski semua kadang tak terlihat di Jakarta.beragam judul film terangkai dalam Sanubari Jakarta, mereka adalah 1/2, Malam Ini Aku Cantik, Lumba-Lumba, Terhubung, Kentang, Menunggu Warna, Pembalut, Topeng Srikandi, Untuk A dan Kotak Coklat. Kisah-kisah ini bercerita tentang banyak manusia dan cintanya. Kisah tentang pilihan hidup seorang laki-laki atas hasrat seksualnya, Kisah tentang seorang waria yang terjebak pada tuntutan realita kota jakarta, Misteri tentang perempuan dalam sebuah taman kanak-kanak bernama Lumba-Lumba, Pertemuan dua orang perempuan yang saling terhubung, Cerita lucu mengenai sepasang laki-laki yang terlibat banyak masalah saat saling melepas rindu, Perdebatan sepasang perempuan di sebuah kamar motel, Perjuangan seorang perempuan bernama srikandi, ada pula Kisah manis dua pria yang selalu punya harapan, Cerita seorang pria tentang masa lalunya, hingga Sebuah Cerita cinta seorang pria dan perempuan yang membawa mereka pada kenyataan di masa lalu. Lalu bagaimana semua cerita ini berjalan pada kisahnya masing-masing? Dan bagiamana mereka yang saling mencintai hidup di Sanubari Jakarta?. Dengan diselimuti oleh berbagai kontroversi seputar tema LGBT yang melekat didalamnya, film ini mampu bertahan di bioskop selama 23 hari. Suatu rekor yang belum pernah dicapai oleh film dengan tema serupa sebelumnya.

Sanubari Jakarta, film ini mengundang kontroversi dimana-mana, tak terkecuali di Undip sendiri. Film yang rencananya bakal diputar di FISIP Undip ini pun terpaksa dibatalkan karena tidak adanya izin dari pihak rektorat. Menurut berita yang di posting dalam majalah tempo pihak Rektorat juga mengklaim mendapatkan berbagai komplain dari berbagai pihak atas rencana pemutaran film tersebut. Awalnya mereka mau memberikan izin pemutaran film Sanubari Jakarta dengan syarat film tersebut ditonton terlebih dahulu oleh Warsito. Jika Warsito berpendapat film tersebut baik, maka universitas bersedia memberikan izin. Namun jika film tersebut dianggap tak pantas diputar, Undip tak akan memberikan izin kegiatan.

Lalu, satu pertanyaan yang muncul di setiap benak orang, mengapa FIB Undip berani menayangkan film kontroversial yang telah di cekal oleh pihak rektorat?. Menurut konfirmasi Febri selaku panitia, pihak panitia telah mendapat dukungan dari pihak dekanat. “FIB itu memang berbeda, film itu merupakan kajian dari mahasiswa FIB, Jadi wajar jikalau film Sanubari Jakarta diputar disini dan dari Pak Agus Maladi selaku dekan sudah mengizinkan dan mendukung, maka kami selaku panitia pun bersemangat dan tak gentar dengan apapun nanti masalah yang menghadang”. Dan ketika dimintai tentang pendapatnya mengenai film tersebut, mahasiswa yang tahun lalu menjabat sebagai presiden BEM FIB Undip ini pun berkomentar “bukan masalah benar atau salah, tetapi bagaimana sikap kita menghargai perbedaan, dan kita diajak belajar bagaimana menghargai perbedaan dari film ini”.

Namun, dibalik kontroversi yang menyelimuti film yang berdurasi 110 menit ini, terdapat cerita-cerita yang dapat dipetik dan dijadikan pelajaran hidup. Dimana kita sebagai manusia dituntut untuk saling menghargai perbedaan. Karena film ini juga merupakan film edukasi, film ini dibuat tanpa ada maksud menghakimi, tetapi bercerita , agar perbedaan itu tak menjadi tabu dikalangan kita. Dan yang lebih menariknya lagi, selain diisi oleh berbagai drama cinta yang tidak biasa, pemain film "Sanubari Jakarta" juga tidak dibayar atas jasa akting mereka karena dana yang terbatas. Rencananya pula film ini akan melangkah ke jenjang international dan akan ditayangkan pula di Korea, San Fransisco, Belanda dan Negara-negara di Asia Tenggara lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar