Sabtu, 19 Mei 2012

Karangan

Nama                  : Novia Rochmawati
NIM                    : 13010111130048
Jurusan               : Sastra Indonesia
Mata Kuliah         : Penyuntingan / Editing

Antara Guci, Saya dan Allah

Novia Rochmawati, itulah nama yang diberikan orang tua saya pada saya. Lahir di sebuah desa yang bernuansa islami, saya pun tak luput dari pendidikan di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Selama empat tahun saya memepelajari cara membaca Alqur’an mulai dari tajwid, ghorib dan lain sebagainya. Dan hingga saat pertengahan kelas 5 SD/MI, saya berhasil mengkhatamkan pendidikan saya ini. Namun banyak kisah yang saya alami selama menuntut ilmu di TPA. Salah satunya kisah berikut ini yang kemudian dapat menjadi pembelajaran bagi kehidupan saya selanjutnya.

Kisah ini dimulai ketika saya memasuki kelas 2 SD/MI. karena pada waktu itu di madrasah saya kelas 2 masuk pada waktu siang hari, maka pembelajaran di TPA pun dimulai pagi hari. Sekitar pukul 06.00 WIB saya sudah bersiap dan berangkat ke TPA bersama kedua sahabat saya, Santi dan Isma. Pukul 07.30 WIB kami telah menyelesaikan tugas kami untuk mendalami ilmu membaca Al-qur’an. Perjalanan pulang kami pun menjadi amat seru. Setiap pulang kami bertiga selalu menyempatkan diri utnuk sejenak mampir ke kolam keramat di kompleks Masjid Jami’ Desa Wonoyoso, desa kami tercinta. Kami percaya dengan mitos yang beredar, bahwa siapapun yang dapat meraih atau memegang guci yang berada di tengah kolam yang mempunyai lebar 2,5 meter tersebut, maka besok jikalau ulangan akan memeperoleh nilai 100. Karena itu kami percaya, lalu kami membuktikan. Dan kami pun semakin percaya karena kamilah buktinya. Setiap kami bisa menyentuh guci tersebut, besoknya kami mendapatkan nilai 100.



Namun keberadaan guci ini tak lagi kami temui di kolam yang terletak di sebelah selatan masjid. Hal itu saya ketahui ketika saya sedang mewawancarai penjaga masjid mengenai sumur keramat yang terletak di sebelah utara masjid pada 26 Januari lalu. Akan tetapi yang lebih parah, saya tidak langsung menyakan keberadaan guci tersebut. Mungkin karena shock yang saya alami ketika mendengar kolam tersebut kini tiada berguci lagi. Kepada saya dan teman saya Isma, yang menemani saya pada waktu itu beliau penjaga masjid berpesan “entah itu guci, sumur, air atau benda lainnya, percayalah apapun yang kamu minta akan dikabulkan. Namun yang perlu diketahui benda tersebut hanya sebagai lantaran. Sejatinya doa yang kita minta tetap ditujukan kepada Allah SWT. Karena Allah maha mendengar doa-doa hamba-Nya”. Hal tersebut selalu saya  yakini bahkan sebelum bapak penjaga masjid mengatakan hal tersebut. Karena itu sampai sekarang saya yakin Allah adalah dzat yang maha Kuasa. Kuasa atas doa-doa yang saya dan hamba-Nya yang lain panjatkan. Masalah terkabul atau tidaknya doa saya, saya pun yakin Allah pasti mengabulkan doa saya. Namun doa itu akan indah saat terkabul tepat pada waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar