RESENSI
NOVEL
Cetakan
Ke- : XVII
Tahun
Terbit : 2000
Angkatan : 20-An
Tebal Buku : 163 Halaman
Harga buku : -
Genre : Roman
Angkatan : 20-An
Tebal Buku : 163 Halaman
Harga buku : -
Genre : Roman
RESENSI
Novel AZAB DAN
SENGSARA ini merupakan novel pertama terbitan BALAI PUSTAKA. yaitu
sekitar tahun 1920. Novel yang bertemakan kawin paksa ini dikarang
oleh Merari Siregar. Sepertinya penulis sangat menonjolkan suatu
kesengsaraan dalam karyanya ini, sehingga si pembaca dapat terbawa
oleh alur cerita ini. Penulis juga mengangkat adat istiadat yang
berlaku di daerahnya.
Keunggulan buku ini
diantaranya penulis dalam ceritanya mengutamakan
penonjolan-penonjolan tokoh-tokoh yang lemah dan tunduk terhadap
orang-orang yang berhati kotor. Hal ini cukup mengundang simpati
pembaca sehingga pembaca dapat merasa terharu.
Dalam novel Azab dan
Sengsara karya Merari Siregar, penggambaran hubungan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat sangat jelas. Hubungan sosial tersebut
meliputi sikap tolong-menolong, saling menghargai dan menghormati
sesama manusia, peraturan-peraturan adat dalam pernikahan, dan
sebagainya.
Sikap
tolong-menolong terlihat ketika Aminuddin menolong Mariamin yang
terjatuh di sungai. Saat itu, keduanya sedang meniti jembatan untuk
menyeberangi sungai, namun naas bagi Mariamin karena terjerumus masuk
sungai yang arusnya deras. Dengan sigap, Aminuddin melompat hendak
menolong Mariamin. Sikap yang digambarkan oleh Aminuddin ini
merupakan sikap yang mencerminkan hubungan sosial yang baik dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sikap suka menolong
juga ditampakkan oleh tokoh Aminuddin di sekolah. Dia sering membantu
teman-temannya mengerjakan tugas-tugas yang dianggap susah. Walaupun
Aminuddin pernah dimarahi oleh gurunya karena membantu temannya
mengerjakan tugas, namun akhirnya gurunya menyadari bahwa sikap yang
dilakukan oleh Aminuddin semata-mata untuk membantu sesama.
Masyarakat yang ada
di sekitar tempat tinggal Aminuddin pun memiliki sikap suka menolong.
Hal ini terlihat saat seorang ibu melahirkan anaknya ketika ditinggal
pergi oleh suaminya. Dalam keadaan yang serba kekurangan itulah,
masyarakat membantu sang ibu, baik dari segi materi maupun mengurus
rumah tangga karena sang ibu tidak dapat lagi berbuat apa-apa.
Nilai-nilai sosial
juga tergambar jelas dalam hubungan pernikahan. Masyarakat Batak yang
menjadi latar tempat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini
sangat menjunjung tinggi adat yang sudah dilestarikan dari nenek
moyang. Hal yang sangat kental dalam adat pernikahan adalah persukuan
(marga). Masyarakat Batak tidak akan menikah dengan marga yang sama
karena masih dianggap sebagai saudara. Dalam hal pernikahan, mereka
akan mencari jodoh pada marga yang lain.
Secara kuantitas,
peraturan-peraturan pernikahan ini akan memperluas kekerabatan
masyarakat Batak. Mereka tidak hanya mengenal sesama marga, tetapi
akan berupaya mengenal masyarakat dari marga lain. Hubungan
pernikahan inilah yang menjadi penyambung komunikasi antara satu
marga dengan marga lainnya.
Selain sikap
tolong-menolong, dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar
ini digambarkan pula sikap saling menghargai dan menghormati sesama.
Hal ini dapat dilihat saat Baginda Diatas berkunjung ke rumah
Mariamin. Walaupun Baginda Diatas telah melukai hati Mariamin, namun
Mariamin tetap menjamu Baginda Diatas sebagaimana layaknya seorang
tamu.
Masyarakat Batak
akan selalu berupaya untuku tetap menyambung tali silaturahmi.
Konflik yang pernah terjadi antara keluarga Aminuddin dan keluarga
Mariamin seakan tidak pernah terjadi. Keluarga Mariamin menerima
Baginda Diatas (ayah Aminuddin) dengan ramah-tamah. Begitu pula
sebaliknya, Baginda Diatas memberikan bantuan kepada keluarga
Mariamin karena tergolong keluarga miskin.
Hubungan silaturahmi
ini jelas sekali tergambar ketika Aminuddin berkunjung ke rumah
Mariamin di Medan setelah mendapatkan berita bahwa Mariamin telah
menikah dan tinggal di Medan bersama suaminya. Aminuddin mengunjungi
Mariamin karena dianggap sebagai saudara sekampung.
Namun dalam novel
yang menggunakan sudut pandang orang ketiga ini pengarang menuliskan
ceritanya dengan alur kilas balik yang cukup berbelit-berbelit,
sehingga dibutuhkan kesabaran yang tinggi untuk menikmati novel ini.
Selain itu tokoh-tokoh dalam novel ini sering memberikan nasehat yang
yang berpanjang-panjang, sehingga berkesan bertele-tele.
Novel yang
menggunakan bahasa melayu ini, cukup mengangkat kesan azab dan
sengsara pada tokoh-tokohnya yang lemah. oleh karena itu novel ini
layak untuk dibaca.
SINOPSIS
Novel yang berjudul
“Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini menceritakan kisah
kehidupan seorang anak gadis bernama Mariamin. Mariamin tinggal
dipondok bambu beratapkan ijuk dekat sungai yang mengalir di
tengah-tengah kota Sipirok. Di waktu senja Mariamin atau yang biasa
dipanggil Riam seperti biasanya duduk di sebuah batu besar di depan
rumahnya menunggu kekasih nya datang. Mariamin sangat sedih karena
Aminu’ddin, kekasihnya itu menemuinya untuk berpamitan sebab dia
akan pergi ke Medan untuk mencari pekerjaan supaya dia bisa menikahi
kekasihnya itu dan bisa mengeluarkan Mariamin dan keluarganya dari
kesengsaraan.
Aminuddin seorang
anak muda berumur delapan belas tahun. Dia adalah anak kepala kampung
A. Ayah Aminu’ddin seorang kepala kampung yang terkenal di seantero
Sipirok. Harta bendanya sangat banyak. Adapun kekayaannya itu berasal
dari peninggalan orangtuanya tetapi karena rajin bekerja, maka
hartanya bertambah banyak. Ayah Aminu’ddin mempunyai budi yang
baik. Sifat-sifatnya itu menurun pada anak laki-laki satu-satunya,
Aminu’ddin. Aminuddin bertabiat baik, pengiba, rajin, dan cerdas.
Setelah Aminu’ddin
pulang, Mariamin pun masuk kedalam rumahnya untuk menyuapi ibunya
yang sedang sakit.Mariamin tidak ingin membuat ibunya sedih oleh
karena itu ia berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya karena harus
berpisah dengan orang yang dicintainya walaupun itu hanya sementara.
Ibunya sangat mengenal gadis itu sehingga dia mengetahui kalau
Mariamin sedang bersedih. Ibunya mengira kesedihan anaknya itu karena
dia sedang sakit sebab sakitnya ibu Mariamin sudah lama sekali.
Setelah selesai menyuapi ibunya, Mariamin pergi ke kamarnya untuk
tidur. Mariamin tidak dapat memejamkan matanya, Pikirannya melayang
mengingatkan masa lalunya ketika dia masih kecil.
Dahulu ayah
Mariamin, Sutan Baringin adalah seorang yang terbilang hartawan dan
bangsawan di seantero penduduk Sipirok. Akan tetapi karena ia suka
berperkara, maka harta yang banyak itu habis dan akhirnya jatuh
miskin dan hina. Berapa kali Sutan Baringin dilarang istrinya supaya
berhenti berpengkara, tetapi tidak diindahkannya ia malah lebih
mendengarkan perkataan pokrol bambu tukang menghasut bernama Marah
Sait. Ibu Mariamin memang seorang perempuan yang penyabar, setia
sederhana dan pengiba berlawanan dengan Sutan Baringin, suaminya yang
pemarah, malas, tamak , angkuh dan bengis. Mariamin dan Aminu’ddin
berteman karib sejak kecil apalagi mereka masih mempunyai hubungan
saudara sebab ibu Aminu’ddin adalah ibu kandung dari Sutan
Baringin, ayah Mariamin ditambah lagi Mariamin sangat berhutang budi
kepada Aminu’ddin karena telah menyelamatkan nyawanya ketika
Mariamin hanyut di sungai.
Setelah 3 bulan
Aminu’ddin berada di Medan, dia mengirimkan surat kepada Mariamin
memberitahukan kalau dia sudah mendapat pekerjaan, Mariamin pun
membalas surat dari Aminu’ddin tersebut.
Mariamin sangat
bahagia menerima surat dari Aminu’ddin yang isinya menyuruh
Mariamin untuk berkemas karena Aminu’ddin telah mengirim surat
kepada orangtuanya untuk datang ke rumah Mariamin dan mengambil dia
menjadi istrinya serta mengantarkannya ke Medan. Tetapi ayah
Aminu’ddin tidak menyetujui permintaan putranya itu, biarpun
istrinya membujuknya supaya memenuhi permintaan Aminu’ddin.
Mariamin sudah
mempersiapkan jamuan untuk menyambut kedatangan orang tua Aminu’ddin.
Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang, malah yang datang
adalah surat permintaan maaf dari Aminu’ddin. Dalam surat itu
memberitahukan kalau kedua orang tua nya sudah berada di Medan dengan
membawa gadis lain sebagai calon istrinya. Aminuddin sangat kecewa
dan hatinya hancur tetapi dia tidak bisa menolak karena tidak ingin
mempermalukan orang tuanya dan dia tidak mau durhaka pada orangtua
Mariamin gadis yang
solehah itu menerima maaf Aminu’ddin, dia menerima semuanya sebagai
nasibnya dan harapannya untuk keluar dari kesengsaraan pun sudah
pudar.Setelah dua tahun lamanya Mariamin pun menikah dengan orang
yang belum dikenalnya, pria itu bernama Kasibun. Usia Kasibun agak
tua, tidak tampan dan dia pintar dalam tipu daya, selain itu dia juga
mengidap penyakit mematikan yang mudah menular pada pasangannya.
Aminu’ddin
mengunjungi Mariamin di rumah suaminya ketika itu suaminya sedang
bekerja di kantor. Kasibun sangat marah setelah dia mengetahui
kedatangan Aminu’ddin apalagi ketika Mariamin menolak berhubungan
suami-istri. Suaminya yang bengis itu tidak segan-segan menamparnya,
memukulnya dan berbagai penyiksaan lainnya.
Akhirnya karena dia
sudah tidak tahan lagi Mariamin melaporkan perbuatan suaminya itu
pada polisi. Sampai akhirnya mereka bercerai. Kesudahannya Mariamin
terpaksa Pulang ke negrinya membawa nama yang kurang baik, membawa
malu, menambah azab dan sengsara yang bersarang di rumah kecil yang
di pinggir sungai Sipirok.
Hidup Mariamin sudah
habis dan kesengsaraannya di dunia telah usai pula. Azab dan Sengsara
dunia ini sudah tinggal di atas bumi, terkubur dengan jasad badan
yang kasar itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar